Obesitas pada Anak Berdampak Pada Masa Depannya, Bunda!Senin, 9 April 2018
Artikel
Masa kanak-kanak adalah masa pertumbuhan di mana tubuh Si Kecil mengalami tahapan penyesuaian kebutuhan gizi dan pembetukan organ sebelum perkembangan berikutnya pada masa remaja dan dewasa. Seringkali orangtua beranggapan bahwa anak yang gemuk itu lucu. Padahal berat badan lebih dan obesitas merupakan masalah kesehatan yang bisa berdampak serius, tidak hanya pada masa sekarang tetapi juga untuk masa depannya. Si Kecil dapat memiliki kondisi kesehatan yang dipicu oleh berat badan berlebih, misalnya tekanan darah dan kolesterol tinggi, gangguan pola tidur, diabetes mellitus, dan lainnya. Menurut hasil Riset Kesehatan Dasar 2013 yang diadakan oleh Kementrian Kesehatan RI, secara nasional masalah gemuk pada anak usia 5-12 tahun masih tinggi yaitu 18.8 persen yang terdiri dari gemuk 10.8 persen dan sangat gemuk (obesitas) 8.8 persen. DKI Jakarta memegang urutan pertama dalam prevalensi anak gemuk yaitu 30.1 persen dan juga termasuk propinsi teratas untuk prevalensi sangat gemuk. Tentunya hal ini tidak bisa dianggap sepele, ya. Prinsip menangani anak yang memiliki berat badan berlebih tampak sederhana, yakni mengurangi makanan tidak sehat dan meningkatkan aktivitas fisik. Namun pada praktiknya, memperbaiki berat badan anak dapat berlangsung dalam waktu yang lama dan membuat orangtua frustrasi. Oleh karena itu, dibutuhkan metode yang efisien dan ketekunan orangtua untuk mencapai kebiasaan hidup dan pola makan yang sehat. Perlu diketahui oleh orangtua bahwa anak yang gemuk belum tentu sehat. Ada berbagai faktor yang menyebabkan Si Kecil memiliki berat badan berlebih, misalnya faktor genetik dan lingkungan. Si Kecil dengan berat badan normal, cenderung lebih sehat dan jarang jatuh sakit, memiliki kemampuan belajar yang baik, serta lebih percaya diri. Bunda penasaran di mana posisi Si Kecil dalam kategori berat badan anak? Untuk menilai kategori berat badan anak, Bunda bisa melihatnya pada grafik pertumbuhan anak yang dapat diperoleh dari dokter atau fasilitas kesehatan terdekat. Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) merekomendasikan cara berikut:
- Untuk anak usia <2 tahun, gunakan grafik Indeks Massa Tubuh WHO 2006. Nilai Z score > +2 tergolong dalam kategori overweight dan nilai > +3 tergolong sebagai obesitas.
- Untuk anak usia 2-18 tahun, gunakan grafik Indeks Massa Tubuh CDC 2000. Nilai di atas persentil 85-95 merupakan kategori overweight dan di atas persentil 95 adalah kategori obesitas.
- Belanja. Lakukan dengan lebih cermat. Batasi pembelian makanan tinggi gula dan lemak. Untuk produk susu, seperti keju dan yogurt, pilih yang rendah lemak.
- Waktu makan. Buat jadwal makan dan buat Si Kecil mematuhinya. Perhatikan juga waktu ia meminta makanan, apakah betul lapar atau hanya sekadar ingin mengunyah. Konsumsi makanan hanya jika tubuh membutuhkannya, bukan karena faktor emosi.
- Porsi makan. Sajikan makanan dalam piring kecil untuk membuat hidangan terlihat lebih banyak. Otomatis, anak akan makan dalam porsi cukup.
- Jenis makanan. Biasakan anak sarapan tinggi serat sehingga ia kenyang lebih lama dan berenergi. Sediakan hanya camilan sehat rendah kalori seperti buah potong atau sayuran. Menurut rekomendasi WHO, dalam sehari tubuh membutuhkan asupan buah dan sayur minimal 5 porsi.
- Pengetahuan tentang nutrisi. Bunda harus mencari informasi sebanyak mungkin mengenai pengaturan nutrisi yang baik untuk keluarga.
- Beri contoh. Ajak Si Kecil untuk aktif bergerak. Alih-alih hanya menganjurkan, libatkan diri dalam aktivitas fisiknya, ini akan jadi sesi bonding yang seru untuk keluarga.
- Untuk bayi, aktivitas fisik perlu dibiasakan sejak lahir. Kegiatan seperti menggapai dan memegang mainan, menarik dan mendorong, menggerakkan kepala dan tubuh mereka, berguling-guling, hingga posisi tengkurap merupakan contoh aktivitas sederhana yang dilakukan bayi.
- Untuk anak usia balita, aktivitas fisik perlu dilakukan setidaknya 3 jam sehari dalam waktu yang dibagi sepanjang hari. Contoh kegiatan tersebut adalah berdiri sendiri, berjalan kaki, bermain, melompat, berlari, dan permainan lainnya.
- Untuk anak usia di atas 5 tahun, pastikan mereka melakukan aktivitas fisik yang lebih intens minimal 1 jam sehari. Tidak perlu melakukannya langsung dalam 1 jam, namun Anda dapat membaginya dalam 5-10 menit atau divariasikan sepanjang hari. Ajak ia bermain di luar rumah, seperti petak umpet dan berenang.
- Kurangi kegiatan pasif, seperti menonton TV, bermain video game, dan gawai. Batasi waktu untuk kegiatan tersebut kurang dari 1 jam sehari untuk anak usia prasekolah dan 2 jam sehari untuk anak usia sekolah.